
(Mahasiswa Magister Tata Kelola Pemilu Universitas Andalas)
Oleh: Ade Rio Saputra
(Mahasiswa Magister Tata Kelola Pemilu Universitas Andalas)
Pesta demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 sudah di depan mata. Ada 14 partai politik yang sudah ditetapkan sebagai peserta pemilu mendatang dengan nomor urutnya.
Menjelang pelaksanaan pemungutan suara, ada tahapan yang harus dilalui. Salah satunya adalah pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih yang akan dimulai pada tanggal 17 Desember 2018 hingga 18 Maret 2019, sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan KPU.
Proses pemutakhiran data ini nantinya akan menghasilkan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Namun dalam proses penetapan DPT ini masih saja ada kendala atau permasalahan.
Permasalahan di dalam penetapan daftar pemilih dari pemilu ke pemilu selalu menjadi persoalan klasik dan tak pernah kunjung usai. Potensi permasalahan yang akan terjadi adalah lemahnya tingkat akurasi data yang dimiliki oleh KPU.
Di antaranya adalah, masih terdapatnya pemilih yang tidak terdaftar di dalam DPT, banyaknya ghost voters (pemilih siluman), belum cukup umur, sudah masuk usia pemilih pemula, sudah meninggal, berpindah domisili, terdaftar di banyak tempat, beralih profesi menjadi TNI/Polri.
Lemahnya tingkat akurasi data ini salah satunya dikarenakan KPU harus mengambil basis data DP4 dari pemerintah. Sekalipun KPU sendiri masih memiliki database pemilih dari pemilu atau pilkada sebelumnya yang telah dimutakhirkan, dan biasanya lebih akurat dari yang tersedia dari pemerintah.
Lemahnya akurasi data pemerintah karena data kependudukan juga mengandalkan keaktifan warga sendiri mengurus dokumen kependudukan berupa KTP dan KK. Pemerintah hanya menyediakan infrastruktur, SDM, regulasi dan prosedur pendataan penduduk.
Disdukcapil bertugas mendata warga yang datang berdasarkan registered population atau formal registered. Datanya lengkap termasuk nama lengkap, NIK, tanggal lahir, anggota keluarga, alamat lengkap.
Kelemahanya adalah kebaruan data tergantung seberapa rutin Disdukcapil mendata dan seberapa aktif warga mendaftarkan diri. Cukup sering kita melihat warga yang ada secara fisik tapi tidak punya NIK, warga yang sudah meninggal, pindah tempat tinggal, masuk usia pemilih pemula, tapi belum terdaftar dari Disdukcapil.
Dalam menyediakan daftar pemilih, KPU bekerja dengan berpedoman kepada prinsip-prinsip sebagai berikut: komprehensif/inklusif, akurat, dan mutakhir. Daftar pemilih yang akurat, komperhensif dan mutakhir merupakan prasyarat mutlak yang harus dipenuhi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam melaksanakan Pemilu.
Dengan adanya daftar pemilih yang akurat akan meningkatkan kualitas proses pemilu dengan membuka ruang seluas-luasnya kepada warga negara untuk menggunakan hak pilihnya. Melakukan pendaftaran pemilih lebih awal dapat mengantisipasi kemungkinan kehilangan hak pilih seseorang.
Secara teknis bentuk jaminan pemilih untuk dapat menggunakan hak pilihnya adalah tersedianya daftar pemilih yang akurat. Hal ini mengingat persyaratan bagi pemilih untuk dapat menggunakan hak pilih adalah terdaftar dalam daftar pemilih.
Dengan kata lain, bila pemilih telah terdaftar dalam daftar pemilih, maka pada hari pemungutan suara mereka mendapat jaminan untuk dapat menggunakan hak pilihnya. Demikian pula sebaliknya, bila pemilih tidak terdaftar dalam daftar pemilih, maka mereka potensial kehilangan hak pilihnya.
Dalam pendaftaran pemilih dikenal stelsel aktif dan stelsel pasif. Kedua cara tersebut dapat dilakukan untuk meminimalisir kesalahan yang terjadi seperti fenomena di atas. Kedua cara ini menekankan perbedaan tingkat keaktifan pemilih berpartisipasi didalam proses pemutakhiran data.
Sistem pemutakhiran pemilu dapat dikatakan aktif apabila negara dan penyelenggara pemilu (KPU) mengirimkan petugas pendafraran pemilih dari rumah ke rumah untuk mendaftarkan pemilih. Sementara dalam stelsel pasif, para pemilih perorangan bertanggung jawab untuk mendekati pihak yang berwenang untuk mendaftar dan mencatatkan dirinya, jadi para pemilih yang aktif mendaftarkan diri untuk ikut pemilu.
Karenanya proses pemutakhiran data pemilih dibuat sedemikian rupa dengan menggabungkan metode stelsel aktif dan pasif. Awalnya penyelenggara pemilu (KPU) mengirimkan petugas untuk mendatangi pemilih dari rumah ke rumah untuk didata dan didaftarkan sebagai pemilih. Setelah itu, pemilihlah yang diharapkan datang untuk mengecek namanya didalam daftar pemilih.
Proses ini sangat membutuhkan keaktifan masyarakat dalam menanggapi, mencermati, dan melaporkan data diri jika terdapat kekeliruan atau ketidakakuratan data sebagaimana diumumkan. Laporan ini menjadi masukan dalam memutakhirkan data pemilih.
Di sinilah dituntut sinergisitas antara penyelenggara dan stakeholder terkait untuk dapat meminimalisir kesalahan di dalam pemutakhiran data. Peran aktif dari penyelenggara dan pemilih sangat diharapkan untuk menghasilkan data yang komprehensif, akurat dan mutakhir di dalam penetapan DPT.(**)
Komentar post